Kamis, 19 April 2018

Kaum Nelayan Mendapatkan Akses Keuangan

iklanbetawi.blogspot.com - Gemah ripah loh jinawi adalah ungkapan yang membuktikan sumber tenaga alam melimpah yang dimiliki Indonesia. Sebagai negara maritim terbesar di dunia, sektor kelautan Indonesia menaruh kekayaan bawah laut yang luar umum. Tapi sayangnya, keadaan ini hal yang demikian tak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir yang cenderung rendah. Kaya, tapi kurang berdaya. Mungkin inilah paradoks yang bisa mendeskripsikan wajah nelayan kita dewasa ini.


Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat potensi kelautan Indonesia diperkirakan menempuh US$ 1,2 triliun per tahun dengan peresapan energi kerja sekitar 60 juta orang. Sementara itu, Agenda Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2015-2019 memperlihatkan rata-rata kenaikan volume produksi perikanan tangkap sebesar 4,52% per tahun selama jangka waktu 2010-2014. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sempat mengklaim neraca perdagangan perikanan Indonesia melonjak dalam tiga tahun terakhir, pun tercatat sebagai yang tertinggi di Asia Tenggara.

Di balik pencapaian hal yang demikian, ironisnya jumlah masyarakat miskin di kawasan pesisir bisa diklasifikasikan cukup tinggi. Badan Sentra Statistik pada September 2017 merilis data jumlah nelayan miskin berkontribusi sekitar 20% dari sempurna penduduk miskin di Tanah Air atau sekitar 5,2 juta orang. Bank Dunia memastikan jumlah pendapatan nelayan di Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sebesar Rp 520.000 per bulan.

Salah satu pendekatan untuk memecahkan info kemiskinan hal yang demikian yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi yang bermutu melewati perluasan jalan masuk jasa keuangan terhadap klasifikasi nelayan. Banyak penelitian sudah menyimpulkan implikasi positif perluasan jalan masuk jasa keuangan kepada upaya pengentasan kemiskinan. Kian banyak masyarakat yang mengaplikasikan jasa keuangan, kian rendah tingkat kemiskinan suatu tempat. Logikanya, tatkala masyarakat nelayan atau pesisir mulai memahami dan memanfaatkan jasa keuangan, kesadaran dan kesanggupan masyarakat untuk mengelola risiko keuangan di masa depan juga kian bagus.

Tantangan yang dikala ini dihadapi yaitu masih banyak masyarakat Indonesia lazimnya yang belum mempunyai jalan masuk terhadap institusi keuangan. Survei Bank Dunia memperlihatkan bahwa 26,9% perusahaan di tingkat global mengeluhkan kesusahan jalan masuk keuangan. Khusus di Indonesia, baru 20% pelaku UMKM yang memperoleh pembiayaan dari perbankan. Sementara itu, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 memperlihatkan Indeks Inklusi Keuangan (IIK) di Indonesia baru menempuh 67,82%. Artinya, baru 67 orang dari 100 penduduk Indonesia yang mempunyai jalan masuk kepada produk dan jasa layanan keuangan formal.

Masyarakat di kawasan pesisir disinyalir mempunyai IIK yang lebih rendah daripada nasional. Hasil kajian Bank Indonesia memperlihatkan keadaan sulit ini berasal dari dua sumber. Dari sisi permintaan, hambatan yang dialami masyarakat pesisir yaitu keterbatasan pengetahuan berkaitan layanan perbankan, persepsi buruk seputar syarat menjadi nasabah bank, perilaku konsumtif, kesanggupan pengelolaan keuangan yang rendah, ketidakpastian penghasilan, serta stigma negatif di mana lazimnya debitur tak memanfaatkan dananya untuk keperluan usaha.

Sementara dari sisi penawaran, sebagian kendala yang dihadapi perbankan merupakan jadwal operasional perbankan tak layak dengan jadwal usaha masyarakat pesisir, lokasi bank yang jauh dari kawasan daerah tinggal, serta belum adanya skema pembiayaan yang layak untuk masyarakat pesisir, seperti menentukan grace period dikala musim tak melaut.

Jelas saja sekiranya perbankan lebih memilih menyalurkan pembiayaan ke sektor lain yang lebih aman daripada sektor perikanan. Kongkretnya kredit UMKM di sektor perikanan per Januari 2018 sebesar Rp 5,8 triliun atau 0,68% dari sempurna kredit UMKM. Kredit UMKM di sektor ini juga mempunyai rasio kredit macet (non performing loan) cukup tinggi, merupakan 3,60%.

Skema Pembiayaan

Dalam rangka mengurai permasalahan ini, Bank Indonesia berprofesi sama dengan International Fund for Agricultural Development (IFDA) mengerjakan proyek percontohan (penerbang project) pembiayaan terhadap klasifikasi nelayan di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Dalam implementasinya, Bank Indonesia mencoba mengidentifikasi praktik terbaik pembiayaan serupa di Tiongkok dan Filipina.

Skema pembiayaan yang ditawarkan yaitu pinjaman tanpa agunan dengan bunga nol persen dan mengaplikasikan metode bagi hasil tiap-tiap bulan untuk melunasi kredit. Pembiayaan hal yang demikian disalurkan melewati koperasi dengan tenor 12 bulan dan plafon Rp 4 juta. Golongan nelayan berikutnya menyisihkan 20% keuntungannya tiap-tiap bulan untuk mencicil kredit sampai lunas. Skema ini diadopsi dari skema pembiayaan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Sidogiri di Jawa Timur.

Untuk memitigasi risiko pembiayaan, terdapat tiga langkah yang dicapai. Pertama, pemberian bantuan teknis. Keluarga nelayan dilatih untuk mengawali usaha budidaya bernilai tambah dari hasil utama kesibukan nelayan. Contohnya, pelatihan pengembangan budidaya rumput laut. Tatkala keadaan cuaca buruk, nelayan masih mempunyai sumber pendapatan yang lain kendati tak melaut.

Kedua, pendampingan dengan melibatkan koperasi dan tokoh masyarakat atau kelompok sosial setempat. Ketiga, penawaran produk asuransi dan tabungan oleh koperasi. Via program ini, nelayan akan menabung Rp 2.000 per hari. Seandainya gagal melaut dalam sebagian hari, nelayan akan mendapatkan penghasilan substitusi dari asuransi dan tabungan hal yang demikian.

Ke depan, pemda bisa mengadopsi skema pembiayaan Bank Indonesia hal yang demikian layak kearifan lokal yang ada. Contohnya, pemda mengalokasikan dana pinjaman bergulir dalam APBD dan menugaskan BUMD sebagai penyalur ataupun penjamin kredit. Kecuali itu, peran swasta dan LSM juga sepatutnya dilibatkan dalam program pendampingan masyarakat pesisir seperti pelatihan pengelolaan keuangan, pengelolaan hasil tangkap, peningkatan kapasitas diri, dan penguatan kelembagaan bagi klasifikasi nelayan yang masih belum mempunyai status regulasi.

Tapi terlepas dari teladan skema pembiayaan yang paling layak, perlu ditekankan bahwa sistem terbaik untuk memperluas jalan masuk jasa keuangan bagi klasifikasi nelayan merupakan melewati program pemberdayaan masyarakat pesisir. Perluasan jalan masuk keuangan yaitu imbas lanjutan dari kesuksesan program ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berapa Jam Waktu Ideal Anak Gunakan Gadget Setiap Hari

Mungkin dahulu Bunda dan Ayah pernah mengalami berebut menonton acara layar kaca (TV), sementara para orang tua mencari layar kaca untuk...